Anggaran Pendidikan Dipangkas, Kualitas Pendidikan Terkuras?

Kamis, 19 Juni 2025 09:03 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content
Tanah Sekolah Belum Dibayar, 6 Bulan Anak Didik Menumpang Belajar Di Tempat Lain
Iklan

Jangan biarkan anggaran yang terbatas menghilangkan mimpi-mimpi mereka.

Di tengah euforia pemerintahan baru, salah satu isu yang mulai naik daun dan perlu mendapat perhatian masyarakat adalah mengenai kebijakan anggaran pendidikan. Pemerintah menyebut ini bukan pemangkasan melainkan efisiensi strategis dan pengalihan prioritas.

Namun, di balik istilah-istilah tersebut, realitasnya tetap sama sektor pendidikan harus beroperasi dengan sumber daya yang lebih terbatas. Pengalihan alokasi anggaran yang terjadi ini menimbulkan pertanyaan krusial: apakah pemotongan anggaran pendidikan akan berdampak pada penurunan kualitas pendidikan nasional? Apakah pengurangan anggaran pendidikan akan benar-benar menggerogoti kualitas pendidikan itu sendiri?

Konteks Pemangkasan Anggaran Pendidikan

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Dalam beberapa tahun terakhir, Indonesia menghadapi tantangan signifikan terkait alokasi anggaran pendidikan. Meskipun konstitusi telah mengamanatkan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) diarahkan untuk sektor pendidikan, namun dalam implementasinya kerap mengalami berbagai kendala. Meskipun reorientasi anggaran memang diperlukan untuk menyesuaikan dengan visi pemerintahan baru, kebijakan ini diambil dalam konteks stabilisasi ekonomi pasca-pemilu dan realokasi dana untuk proyek-proyek infrastruktur yang dianggap lebih mendesak.

Namun, pertanyaannya sederhana: Bolehkah pendidikan menjadi "tumbal" dari dinamika ekonomi?

Pemerintah Indonesia telah mengumumkan pemotongan anggaran pendidikan untuk tahun 2025, yang seharusnya mencapai Rp724,2 triliun. Namun, alokasi ini mengalami pengurangan signifikan, khususnya pada pendidikan dasar dan menengah yang dipotong dari Rp8,03 triliun menjadi Rp7,27 triliun, serta pemangkasan anggaran pendidikan tinggi sebesar Rp14,3 triliun dari total pagu Rp56,6 triliun. Pemerintah beralasan bahwa pemotongan ini adalah bagian dari strategi efisiensi fiskal yang diperlukan untuk mengalokasikan dana ke sektor-sektor lain seperti program Makan Bergizi Gratis (MBG).

Namun, langkah ini menuai kritik tajam dari berbagai kalangan masyarakat. Banyak pakar dan pengamat pendidikan menilai bahwa pemangkasan anggaran ini berpotensi melanggar amanat konstitusi. Dalam konteks ini, pemotongan anggaran tidak hanya berdampak pada program- program pendidikan yang ada, tetapi juga menimbulkan kekhawatiran akan masa depan kualitas pendidikan di Indonesia.

Dampak Pemangkasan Anggaran Terhadap Kualitas Pendidikan

"Ini seperti menarik selimut yang sudah pendek," ungkap Dr. Budi Pratama, pengamat pendidikan dari Universitas Pendidikan Indonesia. "Di satu sisi, kita ingin meningkatkan kualitas pendidikan, namun di sisi lain, alat untuk mencapainya justru dikurangi." Ketika anggaran pendidikan dipangkas, konsekuensinya tidak sekadar angka di atas kertas. Salah satu dampak langsung dari pemangkasan anggaran adalah potensi penurunan kualitas infrastruktur pendidikan. Menurut Prof Dr Tuti Budirahayu dari Universitas Airlangga, pemotongan anggaran untuk pemeliharaan dan peningkatan sarana belajar dapat berakhir pada fasilitas sekolah yang rusak dan tidak memadai. Hal ini akan menghambat proses pembelajaran dan menciptakan lingkungan belajar yang tidak kondusif bagi siswa-siswa.

Peningkatan kompetensi pendidik sangat penting untuk memastikan bahwa mereka dapat memberikan pendidikan berkualitas kepada siswa. Tetapi jika dana untuk pelatihan guru dipotong, maka kualitas pengajaran akan terancam. Ubaid Matraji, seorang pemerhati pendidikan, menegaskan bahwa pemerintah seharusnya memperkuat komitmen terhadap peningkatan kualitas pendidikan daripada mengurangi anggaran yang sudah terbatas.

Dan dengan adanya pemotongan anggaran, akses terhadap pendidikan berkualitas juga dapat terhambat. Program-program seperti Beasiswa KIP Kuliah dan Bantuan Operasional Sekolah (BOS) mungkin akan berdampak negatif. Hal ini dapat mengganggu akses pendidikan antara daerah perkotaan dan pedesaan serta antara kelompok masyarakat yang berbeda.

Argumen Pro dan Kontra Penghematan Anggaran

Argumen Pro

Pemerintah menganggap pemangkasan anggaran sebagai strategi efisiensi untuk alokasi sumber daya yang lebih optimal. Dalam kondisi keterbatasan dana dan banyaknya sektor yang membutuhkan perhatian, efisiensi dipandang sebagai solusi meskipun pendidikan tetap dianggap penting untuk masa depan bangsa.

Argumen Kontra

Pemangkasan anggaran pendidikan mencerminkan kegagalan pemerintah memahami esensi pendidikan sebagai investasi, bukan pengeluaran. Kebijakan ini berpotensi menciptakan generasi tanpa harapan dan menghambat penelitian serta inovasi.

Setiap rupiah yang diinvestasikan dalam pendidikan menghasilkan sumber daya manusia berkualitas yang mendorong pertumbuhan ekonomi. Bukti nyata dapat dilihat dari negara-negara maju seperti Finlandia, Singapura, dan Korea Selatan yang membuktikan korelasi positif antara investasi pendidikan dengan kemajuan ekonomi dan daya saing bangsa.

Investasi atau Beban?

Pendidikan bukanlah beban keuangan yang harus "diefisienkan", melainkan investasi yang akan menentukan masa depan bangsa. Dengan memangkas anggaran ini, pemerintah seolah lebih memilih jalan pintas untuk "menyelamatkan" APBN dengan mengorbankan jutaan pelajar yang berharap mendapatkan pendidikan yang layak. Jika kondisi ini dibiarkan, dampaknya akan terasa dalam beberapa tahun ke depan: akses pendidikan semakin terbatas, biaya kuliah semakin tinggi, dan generasi muda kehilangan kesempatan untuk berkembang.

Jika kita ingin membangun Indonesia sebagai negara yang berdaya saing tinggi di era global, investasi di sektor pendidikan seharusnya menjadi sebuah prioritas utama, bukan sekadar variabel penyesuaian. Pendidikan bukan sektor yang bisa "dipangkas" anggaran dan kemudian diharapkan tidak "terkuras" kualitasnya.

Pemerintahan Prabowo masih memiliki waktu untuk mengevaluasi kembali kebijakan fiskal ini. Rekonstruksi anggaran memang diperlukan, tetapi rekonstruksi tersebut seharusnya memperkuat, bukan memperlemah fondasi pendidikan nasional. Prioritas dana yang dianggarkan mencerminkan prioritas nasional, dan sudah saatnya kita mempertanyakan apakah pendidikan benar-benar menjadi prioritas dalam kebijakan anggaran saat ini.

Apakah kita akan membiarkan pendidikan "terkuras" oleh keterbatasan anggaran? Jangan biarkan anggaran yang terbatas menghilangkan mimpi-mimpi generasi muda.

Bagikan Artikel Ini
img-content
Emilia Nur Fatehah

Penulis Indonesiana

0 Pengikut

Baca Juga











Artikel Terpopuler